BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Gambaran umum dan sejarah Pembangunan Desa
Aliyan Kecamatan Rogojampi Kabupaten Banyuwangi.
Sebuah nama memberikan makna, latar belakang
Dari corak kehidupan Sosial serta Budaya yang beraneka
Ragam bagi Masyarakat yang menempati suatu dari Daerah
Tertentu.
Menggali sebuah nama Desa yang memberikan arti
yang Sebenarnya membutuhkan arti yang cukup lama dengan
Mengumpulkan data dan nara sumber yang tidak sedikit
Jumlahnya untuk mencapai titik temu memberikan
Keterangan yang dapat dipertanggung jawagkan kebenaranya
Menurut nara sumber nama Desa Aliyan diambilkan
Dari corak kehidupan masyarakat, dari jaman Hindia Belanda
Masyarakat sering berpindah – pindah dari suatu tempat ke
tempat yang lain, dan ada yang berkumpil menjadi satu untuk
menempati Desa.
Dilihat dari asal Desa Aliyan berasal dari kata alih
mendapatkan akhiran an.
Berdasarkan Karakteristik Masyarakat Aliyan adalah
Masyarakat yang berasal dari Heterogen orang – orang
Pendatang yang lama kelamaan menjadi satu ragam Budaya
Masyarakat Banyuwangi asli, yang maksudnya Aliyan dengan
Logat Bahasa Banyuwangian artinya ngalihan artinya Ngalih
Dan mendapat Aliran an. Ngalih bahasa Indonesia Pindah
Nara sumber yang dapat dipercaya adalah keturunan Mbah
Harjo yaitu, H. Sarifudin beliau bercerita pakai bahasa tolen
Aliyan Orang yang datang ke Desa Aliyan ini adalah
Harjo Yuwono Berasal dari Madiun.
Kehadiran Mbah Harjo merupakan Panutan Masyarakat
Aliyan karena :
1. Kemasyarakatannya sangat bagus sehingga menjadi suri
Tauladan Masyrakatnya.
2. Tutur bahasanya sangat santun , lemah lembut dapat
Menyejukkan setiap kata- kata yang diucapkan.
3. Ajaran Agamanya sangat tinggi, saehingga, sehingga
Mampu mengajar orang – oarang disekitarnya untuk dapat
Mwningkatkan ketabahannya terhadap tuhan yang maha
Kuasa ajaran yang dianut adalah Agama Islam.
4. Beliau kaya Raya , sugih bondo dunyo , sehingga oleh
Masyarakat diangkat memjadi Kepala Desa.
Setelah ditunjuk menjadi Kepala desa Aliyan, kondisi
Desa dalam keadaan aman, tentram, kehidupan Masyarakat
Petani sangat makmur.
Mbah Harjo Yuwono adalah Penggagas seni Budaya
“ KEBO – KEBOAN “ artinya Kebo ( Hewan ) orang di
Ibaratkan menjadi KEBO.
Munculnya kebo - keboan itu adalah akibat dari hasil
Panen para Petani yang sangat merosot disebabkan banyak
Penyakit.
Maka di Desa diadakan kebo - keboan yang dilakukan
Oleh sekelompok orang untuk menolak Balak. Antara lain
Perangkatnya / alat-alatnya adalah :
1. Pasang Orang dijadikan Kebo- keboan
2. Ada orang dijadikan Gandrung
3. Tumpeng di arak
4. Hasil polo wijo diarak
5. Hasil Petani yaitu Padi nanti dijadikan Bibit
6. Lokasi / tempat untuk menabur Benih Istilahnya bahasa
Aliyan Ngurit.
Setelah itu Kebo – Keboan mengelilingi Desa diiringi
Dengan iringan Gamelan dari Kenong dan Gong, Gendang dan
Jedor atau alat sederhana asal bunyi
Berdasarkan hasil Pembangunan setelah diadakan Kebo
Keboan maka hasil Panen berikutnya hasilnya berlimpah ruah.
Kebo – Keboan itu adalah Tradisi yang diadakan setiap
Tahun sekali yaitu bulan SURO yang sampai saat ini Budaya
Kebo – Keboan di peringati dan dilaksanakan setiap tahun.
Desa Aliyan terdiri dari 7 Dusun yaitu :
1. Dusun Krajan
2. Dusun Cempokosari
3. Dusun Timurjo
4. Dusun Bolot
5. Dusun Sukodono
6. Dusun Kedawung
7. Dusun Damrejo.
Itulah gambaran sekilas Desa Aliyan , walaupun cerita
Awal Masyarakatnya sering berpindah pindah namun tetap
Satu untuk ikut serta berpartisifasi dalam pembangunan di
Segala sektor.
1.2. Sejarah Pembangunan Desa.
Pembangunan di Desa Aliyan Kecamatan Rogojampi
Kabupaten Banyuwangi yang telah dilaksanakan dari mulai
Dulu sampai dengan saat ini sering kali bahkan sebagai besar
Timbul secara Top Down Planning ( dari atas ke bawa )
Sehingga perencanaan Pembangunan yang merupakan jalan
Untuk mewujudkan tuntutan dan aspirasi Masyarakat tidak
Terpenuhi Pembangunan Pembangunan yang menggunakan
Strategi Top Down Planning mempunyai ciri - ciri sebagai
Berikut :
a. Berorientasi pada kebutuhan idiologi
b. Padat Modal
c. Tekhnologi Tinggi
d. Ekonomi Konglomerat
e. Mengesampingkan Sosial Budaya Masyarakat
f. Hasil Pembangunan kurang terpelihara oleh warga
Sekitarnya karena memang tidak dikehendaki oleh warga
Sekitarnya.
Seiring dengan lahirnya era reformasi di mana
keterbukaan / tranfaransi menjadikan segala sesuatunya
berubah dengan drastis maka strategi – strategi Pembangunan
Berpola Top Down Planning lambat laun mulai di tinggalkan
Dan beralih pada strategi ke bijakan Pembangunan Bothon Up
Planning artinya bahwa segala kebijakan pembangunan dengan
Melibatkan masyarakat mulai dengan penyusunan rencana
Pelaksanaan kegiatan maupun upaya pemeliharanya terhadap
Hasil –hasil pembangunan.
Adapun ciri – ciri pembangunan yang strategi
Bothom Up Planning adalah :
a. Berorientasi pada Kebutuhan
b. Mampu mempertemukan kebutuhan materi dan
Kebutuhan non materi
c. Berasal dari hati nurani rakyat yang memanfatkan hasil
d. Berbaris potensi diri sendiri
e. Masyarakat harus menemukan strategis pembangunanya
Sendiri sehingga masyarakat sebagai subyek dan bukan
Obyek pembangunan
f. Birokrasi hanya selaku Fasilitator
g. Adanya Budaya kerjasama atau pola kemitraan terjadi
Proses pendelegasian wewenang atau keterwakilan dan
Kontrol sosial yang terbuka dan santun
Demikian halnya di Pemerintahan Desa Aliyan
Kecamatan Rogojampi sejak dibukanya karena reformasi
telah berupaya dengan berbagai macam usaha untuk
menumbuhkan dan mengembangkan partisifatip masyarakat
sebagai subyek pembangunan di Desa, Utamanya didalam
segi perencanaan , pelaksanaan sampai dengan upaya
pemeliharaan terhadap berbagai pembangunann di Desa
sehingga dalam ke kegiatan nantinya dapat di nikmati
dan dirasakan oleh masyarakat dan terjaga pemeliharaannya
terhadap hasil-hasil pembangunan dikarenkan pembangunan
pembangunan yang telah di laksanakan oleh desa murni atas
kebutuhan masyarakat , bukan hanya kepentingan salah Satu
Dinas Instansi tertentu.
Sejarah pembangunan Desa yang terjadi selama inilah
Yang sering membuat trauma masyarakat untuk melibatkan
Dalam musyawaroh – musyawaroh pembangunan di Desa
Masyrakat seolah pesimis atas segala usulannya. Dan
Beranggapan bahwa usulan – usulan mereka tidak akan
Terealisir karena pola Top Down Planning terlalu dominan
seolah-olah musyawaroh – musyawaroh ceremonial saja
dan merupakan proyek dari pada birokrat, serta tidak
menyentuh pada aspirasi kebutuhan masyarakat.